Tindak Dalang Bencana: Gubernur Sumatera Utara Resmi Minta Pemerintah Pusat Cabut Izin Operasi PT Toba Pulp Lestari (TPL)

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

GARDA PRESISI, Medan – Konflik lahan dan lingkungan di Sumatera Utara memasuki babak paling krusial. Gubernur Sumatera Utara, [Nama Gubernur Sumut], telah secara resmi melayangkan surat desakan kepada Pemerintah Pusat agar segera mencabut izin operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Langkah tegas ini diambil sebagai respons atas meluasnya tudingan publik yang menuding perusahaan pulp and paper tersebut sebagai ‘dalang bencana’ ekologis. Tuntutan ini menguat pasca bencana banjir bandang yang terjadi di kawasan sekitar Toba, di mana analisis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menemukan adanya korelasi antara alih fungsi lahan masif dengan hilangnya daya serap air di wilayah tersebut.

Desakan Audit HGU dan Pemulihan Konflik Agraria

Dalam surat yang ditujukan kepada Kementerian terkait (termasuk KLHK dan ATR/BPN), Gubernur Sumut mendesak agar Pemerintah Pusat melakukan audit HGU secara menyeluruh terhadap TPL. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah operasional perusahaan melanggar batas tata ruang yang telah ditetapkan.

“Permintaan pencabutan izin ini bukan tanpa alasan. Sudah terlalu lama konflik agraria ini dibiarkan berlarut-larut, ditambah lagi dengan dampak lingkungan yang kini dirasakan langsung oleh masyarakat dalam bentuk bencana alam,” ujar sumber di kantor Gubernur.

Desakan ini juga memprioritaskan penyelesaian konflik lahan yang tak kunjung usai dengan Masyarakat Adat Tano Batak. Tuntutan utamanya adalah pengembalian kawasan yang terbukti merupakan tanah adat yang kini dikuasai oleh konsesi perusahaan.

TPL Tetap Membantah Jadi Biang Kerok Banjir

Di sisi lain, manajemen TPL tetap mempertahankan posisinya, membantah keras tuduhan yang menuding perusahaan sebagai penyebab utama bencana banjir dan deforestasi.

Dalam keterangan pers terbarunya, TPL mengklaim bahwa seluruh operasional mereka, termasuk penanaman kembali dan pengelolaan kawasan, telah memenuhi standar lingkungan dan izin yang diberikan oleh Pemerintah. Mereka menyatakan kesediaan untuk diaudit, namun menegaskan bahwa tudingan ‘dalang bencana’ adalah generalisasi yang tidak adil.

Saat ini, bola panas keputusan kini berada sepenuhnya di tangan Pemerintah Pusat di Jakarta. Kasus ini akan menjadi barometer keseriusan Pemerintah dalam menindak tegas korporasi yang terbukti merusak lingkungan dan melanggar hak masyarakat adat.

GARDA PRESISI akan terus mengawal perkembangan usulan ini, memastikan bahwa keadilan dan kelestarian lingkungan di Sumatera menjadi prioritas utama.

Penulis: Tim Redaksi GARDA PRESISI